A. Kesimpulan
- Menteng memiliki kekayaan warisan budyaa arsitektur bangunan sederhana, modern, dan tropis yangs semestinya harus dilindungi.
- Berbagai tipe bangunan hunian dengan berbagao ukuran dan gaya berbeda melatarbelakangi sejarah panjang Menteng.
- Perubahan peruntukkan lahan menjadi perubahan fungsi bangunan rumah menjadi tempat usaha secara tak terkendali dan telah merusak pembagian kapling (blok-blok) dan arsitektur bangunan khas yang telah direncanakan sebelumnya. Bangunan-bangunan baru tumbuh menggusur bangunan lama dengan arsitektur yang tidak selaras dengan bangunan lama di sekitarnya.
B. Usulan
Menteng merupakan kota taman tropis
pertama di Indonesia yang terletak di Jakarta Pusat dan awalnya dirancang
arsitek Belanda, yang merupakan perumahan villa pertama di kota Jakarta
(dulu Batavia), yang dikembangkan antara tahun 1910 dan 1918.
Berikut merupakan rekomendasi usulan
bangunan cagar budaya golongan A di kawasan Menteng yang digambarkan dalam peta
Menteng berikut ini,
Pola Jalan yang Dilindungi dan Dipertahankan
- Struktur pola jalan dipertahankan, dilindungi dan tidak boleh diubah.
- Tidak diperkenankan dibangun jalan layang melintas atau masuk ke kawasan ini, karena akan merusak struktur kota sebagai kawasan pemugaran.
Daerah Transisi
Intensitas dan Peruntukkan Bangunan
Kesimpulan dan Usulan Perda Menteng 2013 bedasarkan :
-
Rekomendasi Deliniasi
-
Rekomendasi Sistem Penggolongan A,B,C
-
Rekomendasi Daftar Bangunan Golongan A dan B
-
Rekomendasi Struktur Kota yang dilndungi (dipertahankan)
-
Rekomendasi Intensitas Bangunan
- Rekomendasi
Pengaturan Daerah Transisi
Seluruh kawasan
Menteng dipertahankan/diutamakan menjadi kawasan hunian/perumahan dengan
ketinggian maks. 2 lantai, kecuali untuk kasus pada daerah transisi dan
bangunan fungsi.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pencapaian tujuan pemugaran
terdapat beberapa hal yang perlu dipahami, yaitu:
1. Dalam pelaksanaan
pemugaran cagar budaya
harus terlebih
dahulu dilakukan penelitian dalam bentuk studi kelayakan dan studi teknis,
sebagai dasar dalam menyusun perencanaan pemugaran sesuai permasalahan yang
dihadapi.
2. Metode dan
teknis pemugaran cagar budaya pada dasarnya ditetapkan
berdasarkan atas identifikasi permasalahan dan upaya pemecahannya dengan
memperhatikan keaslian bentuk, bahan, pengerjaan dan tata letak.
3. Ruang lingkup
kegiatan pemugaran tidak hanya ditujukan pada
penanganan cagar budaya dan penataan lahan, akan tetapi termasuk kegiatan
penelitian dan pendokumentasian agar seluruh rangkaian proses pemugaran
benar-benar sesuai kaidah penanganan berwawasan pelestarian.
4. Mengingat kegiatan
pemugaran cagar budaya merupakan pekerjaan yang bersifat spesifik, maka dalam
pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan dan pelaporan untuk menjamin dan
mengarahkan agar pekerjaan dapat terlaksana sesuai nilai sejarah dan
kepurbakalaan yang terkandung di dalamnya.
5. Pemugaran tidak
semata-mata dilakukan untuk kepentingan pelestarian, tetapi juga dapat
bermanfaat untuk kepentingan akademis, ekonomi, sosial dan budaya.