Langsung ke konten utama

Memadukan Bangunan Hemat Energi dan Ramah Lingkungan


Memadukan Bangunan Hemat Energi dan Ramah Lingkungan

ISU pemanasan global masih menghangat di segala bidang kehidupan. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menghambat pemanasan buana, perubahan iklim secara ekstrem, dan degradasi kualitas lingkungan.

Belum usai berbenah menata lingkungan, krisis ekonomi global kembali menggoyang sendi-sendi kehidupan kota dan kita, termasuk sektor properti. Krisis yang datang beruntun dan bertubi-tubi seharusnya sanggup menggugah kesadaran kita.

Bentuk arsitektur bangunan (rumah, gedung) harus berempati, tanggap, dan memberikan solusi. Salah satunya adalah memadukan bangunan (rumah, gedung) yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Bak ibarat tubuh, kita perlu melakukan diet mengurangi kadar kolesterol dalam bangunan dan menjadikan bangunan lebih langsing dan segar yang dapat menyehatkan diri sendiri (kantong tabungan, bangunan, penghuni) dan lingkungan (warga, kota) serta menghindari stroke komplikasi sosial. Untuk itu, kita perlu mengenali pokok-pokok permasalahan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan.

Pembangunan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan harus murah, mudah, dan berdampak luas. Pengembangan kota hijau (green city), properti hijau (green property), bangunan hijau (green building), kantor/sekolah hijau (green school/office), hingga pemakaian produk hijau (green product) terus dilakukan untuk turut mengurangi pemanasan global dan krisis ekonomi global.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).

Bangunan hijau mensyaratkan layout desain bangunan (10 persen), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 persen), pemenuhan energi listrik (30 persen), bahan bangunan (15 persen), kualitas udara dalam (20 persen), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 persen.

Seberapa besar bangunan (rumah, gedung) yang akan dibangun? Cukup adalah cukup. Volume bangunan dijaga agar biaya pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan terkendali dan lebih hemat.

Bangunan dirancang dengan massa ruang, keterbukaan ruang, dan hubungan ruang luar-dalam yang cair, teras lebar, ventilasi bersilangan, dan void berimbang yang secara klimatik tropis berfungsi untuk sirkulasi pengudaraan dan pencahayaan alami merata ke seluruh ruangan agar hemat energi.

Pemanfaatan energi alternatif

Untuk menghemat pemakaian listrik, kita dapat menggunakan lampu hemat energi, mempertahankan suhu AC di 25ยบ C, membuka tirai jendela bila memungkinkan agar terang, dan matikan peralatan elektronik jika tidak diperlukan (bukan posisi stand-by).

Penghuni diajak memanfaatkan energi alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik yang murah dan praktis, serta ditunjang pengembangan teknologi energi tenaga surya, angin, atau biogas untuk bangunan rumah/ gedung.

Penggunaan material lokal justru akan lebih menghemat biaya (biaya produksi, angkutan). Kreativitas desain sangat dibutuhkan untuk menghasilkan bangunan berbahan lokal menjadi lebih menarik, keunikan khas lokal, dan mudah diganti dan diperoleh dari tempat sekitar. Perpaduan material batu kali atau batu bata untuk fondasi dan dinding, dinding dari kayu atau gedeg modern (bambu), atap genteng, dan lantai teraso tidak kalah bagus dengan bangunan berdinding beton dan kaca, rangka dan atap baja, serta lantai keramik, marmer, atau granit. Motif dan ornamen lokal pada dekoratif bangunan juga memberikan nilai tambah tersendiri.

Pemanfaatan material bekas atau sisa untuk bahan renovasi bangunan juga dapat menghasilkan bangunan yang indah dan fungsional. Kusen, daun pintu atau jendela, kaca, teraso, hingga tangga dan pagar besi bekas masih bisa dirapikan, diberi sentuhan baru, dan dipakai ulang yang dapat memberikan suasana baru pada bangunan. Lebih murah dan tetap kuat.

Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memerhatikan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 persen ruang terbangun berbanding 30-60 persen untuk ruang hijau untuk bernapas dan menyerap air. Keseluruhan atau sebagian atap bangunan dikembalikan sebagai ruang hijau pengganti lahan yang dipakai massa bangunan di bagian bawahnya. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden) dan dinding dijalari tanaman rambat (green wall) agar suhu udara di luar dan dalam turun, pencemaran berkurang, dan ruang hijau bertambah.

Pemanasan bumi

Keberadaan taman dan pohon penting dalam mengantisipasi pemanasan bumi. Ruang dalam bangunan diisi tanaman pot. Ruang hijau diolah menjadi kebun sayuran dan apotek hidup serta ditanami pohon buah-buahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penghuni dapat memelihara dan melindungi pohon dengan mengadopsi dan menjadi orangtua angkat pohon-pohon besar yang ada di depan jalan depan bangunan (rumah, gedung) kita.

Idealnya, air hujan bisa diserap ke dalam tanah sebesar 30 persen. Dengan banyaknya bangunan beton, jalan aspal, dan minim ruang terbuka hijau, kota (seperti Jakarta) hanya mampu menyerap 9 persen air hujan. Maka, saat musim hujan kebanjiran, musim panas kekeringan. Sementara konsumsi air dari PDAM hanya 47 persen, sedangkan air tanah mencapai 53 persen.

Bangunan harus mulai mengurangi pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan mengisi kembali air tanah (recharge) dengan sumur resapan air (1 x 1 x 2 meter) dan/atau lubang resapan biopori (10 sentimeter x 1 meter).

Semua air limbah dimasukkan ke dalam sumur resapan air dengan pengolahan konvensional supaya tidak harus terlalu bergantung kepada sistem lingkungan yang ada. Cara hemat penggunaan air adalah tutup keran bila tidak diperlukan, jangan biarkan air keran menetes, hemat air saat cuci tangan dan cuci gelas/piring, pilih dual flush untuk toilet, selalu habiskan air yang Anda minum.

Dalam mengolah budaya sampah, bangunan menyediakan tempat pengolahan sampah mandiri sejak dari sumbernya. Penghuni diajak mengurangi (reduce) pemakaian barang sulit terurai. Sampah anorganik dipilah dan digunakan ulang atau dijual ke pemulung. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman kebun. Tidak ada sampah yang terbuang (zero waste).

Menurut WHO (2006), 70 persen polusi di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Menanam 5 pohon hanya mampu menyerap emisi CO2 yang dikeluarkan oleh 1 mobil! Dan, emisi per orang untuk menempuh tiap kilometer perjalanan dengan mobil pribadi adalah 15 kali bus. Kita perlu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, beralih ke alat transportasi publik ramah lingkungan, car pooling, ajak rekan-rekan searah, eco-driving. Beruntung jika bangunan dekat sekolah, pasar, atau kantor, kita cukup naik sepeda atau berjalan kaki.

Kita dapat menerapkan sistem manajemen lingkungan mulai dari rumah, sekolah, hingga kantor secara praktis dan sederhana untuk membantu dan mendukung terwujudnya bangunan hemat energi dan ramah lingkungan, menginspirasi penghuni dalam menerapkan kebiasaan ramah lingkungan, membantu menekan biaya rumah tangga, mengurangi konsumsi sumber daya alam, mempromosikan praktik lestari melalui peningkatan kesadartahuan penghuni, mempromosikan cara-cara mitigasi perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi terbarukan.



SUMBER : Kompas.com, Kamis, 23 Oktober 2008 | 10:16 WIB
NIRWONO JOGA Arsitek Lanskap

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB III : GAMBARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA KAWASAN MENTENG

A.    Gambaran Kawasan Menteng adalah sebuah kota taman, di kawasan ini banyak dijumpai taman-taman terbuka. Yang terbesar adalah Taman Suropati, yang terletak di antara Jalan Imam Bonjol dan Jalan Diponegoro. Kemudian terdapat Taman Lawang yang terletak di Jalan Sumenep, Situ Lembang di Jalan Lembang, serta Taman Cut Meutia di Jalan Cut Meutia. Di kawasan ini dulu pernah berdiri Stadion Menteng, yang kini telah beralih fungsi menjadi Taman Menteng. Setelah kemerdekaan Indonesia, Menteng menjadi daerah elite di Jakarta. Banyak tokoh-tokoh penting dan konglomerat ternama tinggal di wilayah tersebut . Sekarang, Menteng menjadi kawasan konservasi cagar budaya dan dilestarikan dengan adanya peninjauan kembali terhadap deliniasi (batas kawasan pemugaran) dengan memperhatikan sikap penggolongan bangunan, sikap terhadap perubahan eksternal dan internal. Sebab, kawasan pemugaran selama ini hanya mengutamakan “bangunan”, namun struktur kota lainnya sebagai pembentuk karakter kawasan

PENGERTIAN HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN MENURUT TEORI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , -            H UKUM adalah (1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis.         P RANATA adalah sistem tingkah laku sosial yg bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yg mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dl masyarakat; institusi  P  P EMBANGUNAN adalah perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup. JJadi dapat di artikan bahwa hukum pranata pembangunan adalah suatu peraturan perundang - undangan yang mengatur suatu sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi yang di miliki oleh kelompok ataupun individu dalam kerangka mewujudkan kes

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN BUDAYA DALAM LINGKUP ARSITEKTUR

Secara umum Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya memiliki beberapa unsur : 1. Sistem agama 2. Politik 3. Adat istiadat 4. Bahasa 5. Perkakas 6. Pakaian 7. Bangunan 8. Karya seni. Manusia dan kebudayaan pada hakekatnya memiliki hubungan yang sangat erat, dan hampir semua tindakan dari seorang manusia itu adalah merupakan kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai 1) penganut kebudayaan, 2) pembawa kebudayaan, 3) manipulator kebudayaan, dan 4) pencipta kebudayaan. Disini akan membahas unsur budaya bangunan dan karya seni, atau lebih tepatnya dikatakan sebagai system ARSITEKTUR. Dalam konteks ini bisa diambil dari system rumah adat jawa tengah (joglo). Budaya arsitektur rumah joglo: - Panggang-pe, yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi. - Kampung, yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di ten